Sejarah Museum Gedung Juang
Gedung Juang 45 Bekasi dulunya adalah Landhuis Tamboen, yang dikenal sebagai Gedung Tinggi oleh warga setempat. Gedung ini dibangun oleh seorang Kapitan Cina bernama Khouw Tjeng Kie, tuan tanah di daerah Tambun yang memiliki kebun tebu yang luas. Khouw Tjeng Kie membangun Landhuis Tamboen melalui dua tahap. Pembangunan tahap pertama berlangsung pada tahun 1906 dan selesai pada tahun 1910. Sedangkan pembangunan tahap kedua berlangsung pada tahun 1925. Setelah Khouw Tjeng Kie meninggal, bangunan ini dimiliki oleh Kouw Oen Huy hingga tahun 1942.
​
Landhuis dan tanah partikelir Tamboen disita dari keluarga Khouw pada tahun 1942 di masa pendudukan Jepang dan dijadikan markas militer Jepang. Pada saat perang kemerdekaan melawan Belanda, Gedung Juang 45 Bekasi dijadikan tempat pertahanan oleh para pejuang kemerdekaan yang berpusat di wilayah Tambun dan Cibarusah termasuk Masjid Mujahiddin di Cibarusah.
​
Pada masa kemerdekaan Gedung Juang 45 Bekasi ini menjadi Pusat Komando Pertahanan wilayah Republik Indonesia saat beribukota di Yogyakarta. Pada tahun 1946 ketika Jakarta dikuasai oleh NICA, Bekasi menjadi basis wilayah terluar RI yang paling dekat dengan wilayah Jakarta.
​
Gedung ini juga pernah menjadi tempat perundingan pertukaran tawanan antara Belanda dengan para pejuang kemerdekaan Indonesia. Pejuang kemerdekaan Indonesia dipulangkan oleh Belanda ke wilayah Bekasi dan tentara Belanda dipulangkan ke Batavia melalui Stasiun Tambun yang lintasan relnya tepat berada di belakang gedung ini.
Pada tahun 1943 sampai tahun 1945 tentara Jepang menduduki gedung ini dan menjadikannya sebagai salah satu pusat kekuatan militernya. Setelah Jepang menarik diri dari Indonesia pada tahun 1945, Komite Nasional Indonesia (KNI) menjadikan Gedung Juang 45 Bekasi digunakan sebagai kantor Kabupaten Jatinegara (kini menjadi wilayah Kabupaten Bekasi). Tidak hanya menjadi kantor kabupaten, gedung ini juga dijadikan tempat pertahanan dan pusat komando dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan dari tentara Belanda (NICA) yang hendak menjajah Indonesia kembali.
​
Pada pertengahan tahun 1947, Belanda melanggar Perjanjian Linggarjati dan melakukan agresi militer pertama. Gedung Juang 45 Bekasi kemudian dikuasai oleh Belanda hingga tahun 1949, namun tahun 1950 pejuang Indonesia dapat merebut kembali gedung ini. Setelah gedung ini berhasil dikuasai dan wilayah Tambun berhasil diamankan, maka aktivitas pemerintahan kembali dilakukan di gedung ini. Tercatat pada tahun 1950, Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bekasi menempati gedung ini untuk pertama kalinya. Pada tahun 1951, gedung ini diisi oleh Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, Batalyon Kian Santang. Lembaga wakil rakyat pun pernah berkantor di gedung ini hingga tahun 1960 di antaranya DPRD Sementara, DPRD Tk. II Bekasi dan DPRD-GR hingga tahun 1960, disusul oleh kantor-kantor dan jawatan lainnya hingga akhir tahun 1982.
​
Di masa Pemerintahan Kabupaten Bekasi, Gedung Juang 45 sempat digunakan berbagai instansi, di antaranya Kantor Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bekasi. Kini, Gedung Juang 45 beralih fungsi sebagai Museum Bekasi sehingga dapat lebih dinikmati oleh warga Bekasi.
​
Sumber: http://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/cagarbudaya/detail/PO2016061000024/gedung-juang-45-bekasi